Wednesday, 21 October 2015

Perspektif Berita mengenai Korupsi

Jika berbicara tentang pers, maka tidak jauh dari kode etik jurnalistik. Pada tanggal 15 Oktober 2015, kelas Kapita Selekta dihadiri oleh dosen tamu bapak Jimmy Silalahi yang merupakan anggota Dewan Pers RI. Dewan Pers bertugas untuk melakukan pemantauan, pengawasan termasuk diantaranya mengadili seluruh sengketa pers di seluruh Indonesia. Berbeda dengan Komisi Penyiaran Indonesia yang tugasnya hanya untuk mengawasi program hiburan untuk radio dan televisi. Dewan Pers memantau semua media cetak, media online, media elektronik, radio dan televisi setiap harinya di 34 provinsi dan lebih dari 500 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Pada hari itu, beliau memfokuskan pembahasan mengenai perspektif liputan berita tentang korupsi oleh media. Bapak Jimmy akan mengupas lebih dalam mengenai kode etik jurnalistik yang seharusnya diterapkan oleh para jurnalis.


Di beberapa negara, korupsi merupakan kejahatan extraordinary, statusnya adalah penjahat luar biasa itu setara dengan kejahatan human trafficking dan narkoba. Upahnya seharusnya mati, sejumlah negara menerapkan prinsip keadilan dan keadilan untuk extraordinary crime adalah hukuman mati, sayangnya di negara kita tidak seperti itu. Sebagai generasi penerus bangsa, ada baiknya kita dapat berkontribusi dalam menyempurnakan sistem hukum Indonesia.

Pada liputan seorang wartawan, biasanya kita akan berhadapan dengan 4 hal ini:
1.      Dilema kecepatan penyampaian berita vs kedalaman berita
Contoh kasus helikopter jatuh : Reporter TV One dengan bangga mengatakan, “Pemirsa, sebelum kami melanjutkan berikut kami akan menayangkan gambar eksklusif dari helikopter dan penumpang sebelum mereka berangkat. Pada waktu itu TV One menunjukkan gambar yang katanya eksklusif, arti eksklusif berarti satu-satunya, belum ada yang tahu. Dan gambar yang ditampilkan merupakan foto dari salah satu akun media sosial calon penumpang helikopter. Apakah TV One benar menyampaikan gambar eksklusif? Itu pembohongan untuk sesuatu yang naas saja masih tega TV One menyampaikan kebohongan. Yang dilakukan adalah kecepatan untuk menyiarkan berita tapi akhirnya berbohong. Kecepatan berita jangan sampai menghancurkan isi berita.

2.      Kelugasan penulisan vs asas praduga tak bersalah
Indonesia merupakan negara hukum yang menganut asas praduga tak bersalah. Situasi media, kalimat kata-kata harus lugas, namun terkadang menenggelamkan asas praduga tak bersalah. Menghakimi merupakan salah satu kebiasaan media yang buruk.

3.      Ruang privat vs ruang publik
Apapun yang terjadi walaupun koruptor, tetapi rumah tetap ruang privat. Tidak boleh sembarangan diakses karena bisa dikenakan sanksi.

4.      Belum membaca/paham kode etik jurnalistik
Empat poin diatas paling sering dijumpai pada jurnalis saat ini. Analisa persoalan dari sejumlah pemberitaan korupsi adalah:

·           Tidak berimbang
       Tidak akurat, tidak melakukan verifikasi.

·           Opini menghakimi
       Contoh berita :
      Penanganan Dugaan Korupsi APBN Langkat Rp23,7 M Senyap, ‘KPK Harus Periksa Ngogesa Sitepu’
       Cuplik tidak ada potongan, kata Harus dinilai berlebihan. Media seakan-akan mengharuskan KPK untuk memeriksa. Padahal prinsip media hanya boleh memberitakan fakta apa adanya, tidak boleh mendahului.

       “Dugaan Korupsi Rp32,7 M Sudah Dilaporkan ke KPK, ‘Awas, Ngogesa Bisa Bernasib Sama dengan Samsul Arifin”
       Kesalahan angka pada cuplikan berita diatas menunjukan ketidaktelitian dan konyol. Dalam ruang news room itu banyak layer atau tingkatan yang harus dilalui sebelum berita dinaikkan, bagaimana berita tersebut dapat lolos. Ini bukan bahasa media. Ini kasus yang ditangani dewan pers beberapa waktu lalu. Dan pemimpin media yang bersangkutan memutuskan memecat wartawan, redaktur, dan editor yang menangani berita tersebut. Berita itu dapat menaikkan dan menurunkan image dan sangat provokatif. Padahal Ngosesa masih lama diperiksa dan belum ditetapkan sebagai tersangka.

·           Mencampurkan fakta dan opini
Contoh berita : “Diduga Terima Suap Rp. 30 Juta.” ; “Jeruji Besi Menanti Kedatangan Walikota Sibolga Syarfi Hutauruk”, “Copot Kajari dan Kapolres Sibolga”. Kata ‘copot’ media seperti memerintah, sangat tidak satun. Media silahkan untuk kritis tapi tetap dalam koridor kesantunan di dalam mencantumkan kata-kata.

·           Bahasa yang bombastis (kurang memperhatikan dan memperhitungkan dampak pemberitaan)
Contoh berita : “Prett..Kibul Nomor Wahid”; “Kadistamben Kab Oku M Nasir Yazid Diduga Gorok Dana Milyaran Rupiah (www.radarnusantara.com). Kata ‘pret’ dan ‘gorok’ tidak perlu dicantumkan karena sangat tidak berkualitas.


·           Konflik kepentingan. Keterangan sumber berbeda dengan yang dikutip dalam berita. Itu yang terjadi di beberapa media elektronik, diantaranya televisi-televisi yang berafiliasi ke partai politik.

Contoh kasus:

Pemberitaan Kasus Korupsi Gubernur Sumut

Kasus ini menjadi permasalahan setelah media mengangkat foto diatas. Disandingkan foto tersebut, anak-anak dari istri pertama Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho tersebut sampai tidak berani keluar rumah, hantaman psikologisnya sangat kuat. Setiap hari media memberitakan, sangat mempermalukan keluarga istri pertama. Bahkan istri pertamanya terpaksa mengundang media, meminta agar media berhenti memberitakan keluarganya, beliau menyampaikan bahwa yang melakukan korupsi adalah suaminya tetapi bukan dirinya dan anak-anaknya.
Ketidakcerdasan news room sering terlihat dalam kasus seperti ini, mereka tidak memikirkan dampak psikologis keluarga dari oknum yang jahat. Jangan melebih-lebihkan ketika mencantumkan sesuatu kalimat, kata-kata ataupun foto.

Kasus Gubernur Riau dan Potensi Sengketa Pers


Foto diatas merupakan foto korban pencabulan Gubernur Riau, Annas Maamun. Di dalam foto tersebut korban terlihat menangis, karena setiap hari ia dikejar-kejar oleh wartawan. Padahal ia seharusnya dilindungi atau paling tidak diblur. Dia harus terkena dampak psikologis, dia hanya meminta agar tidak dikejar terus- menerus.


Kasus S.B dan Potensi Sengketa Pers

Ribuan pegawai SPBU Pertamina marah dengan munculnya cover pemberitaan Sutan Bhatoegana menggunakan pakaian demikian. Petugas SPBU tidak salah apa-apa, namun harus digambarkan seperti Sutan Bhatoegana.

Kasus lainnya:

Sekitar 1 minggu tingkat hunian di Hotel Aston menurun, karena pemberitaan adanya negosiasi oknum-oknum diantaranya Mandra yang berkumpul untuk berbincang-bincang di Hotel Aston. Metro TV memunculkan Hotel Aston, harusnya manager salah satu hotel di Jakarta, atau disamarkan.


Tidak pernah ada berita yang berani menulis seperti ini, bahkan bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Hanya dilakukan oleh satu media Rakyat Merdeka. Dan kasus ini langsung dilaporkan oleh dari KPK, dan staff Pemerintah. Kalimat yang dipilih sangat kontroversial dengan tujuan mungkin agar oplahnya tinggi, namun hal yang dilakukan salah.

Karena yang korupsi kebanyakan oknum-oknum pejabat, jadi kita memang dihimbau untuk lebih cermat.  Di dalam pasal 17 UU Pers, ada disebutkan peran serta masyarakat, peran serta kita semua untuk mengawal pemberitaan pers. Jadi kita berhak mengawal, mengevaluasi dan melakukan analisa terhadap semua pemberitaan pers.

Tahun 2015, akan dilaksanakan 269 Pilkada serentak di seluruh penjuru tanah air, pers harus hati-hati dan mempersiapkan kualitas pengawasan dan penyampaian beritanya terkait hal tersebut. Oleh karena itu kita harus sangat berhati-hati dalam memilih, agar ke depannya bukan koruptor yang menjadi wakil masyarakat.

Sebagai gambaran, contoh berita yang memiliki nilai edukasi seperti


Menariknya, media menganalisa apa yang di korupsi budaya korupsi dan dikaitkan dengan budaya. Jadi tidak hanya berita korupsi, tetapi analisa apa saja konten, dampak dan lainnya.



Contoh lainnya, judul diatas merupakan contoh berita yang mengandung unsur edukasi kampanye anti korupsi. Jadi publik yang membaca atau melihat berita korupsi diedukasi korupsi itu seperti apa dan dampaknya, jenis-jenisnya, modus-modusnya seperti apa. Akhirnya yang membaca tidak hanya marah terhadap koruptor tetapi juga mendapat nilai yang bisa didapatkan. Seperti yang disampaikan pada awal pertemuan persepsi kita harus sama bahwa korupsi itu menggerus kita semua.

0 comments:

Post a Comment

 

Template by Suck My Lolly - Background Image by TotallySevere.com