Monday, 7 September 2015

Konvergensi Media


Apa yang terpikirkan oleh Anda ketika mendengar kata “konvergensi media”? Digital media? Internet? Media baru? Ataukah teknologi? Tidak salah jika hal-hal itu yang terlintas dalam benak Anda. Semua istilah tersebut memang memiliki keterkaitan yang kuat dengan konvergensi media, dimana merupakan suatu keadaan yang sedang kita hadapi sebagai masyarakat di era global. Perkembangan media di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dunia cetak perlahan-lahan mulai beralih ke dunia digital. Masa peralihan ini merupakan fenomena konvergensi media, yaitu penggabungan atau pengintegrasian media-media yang ada untuk digunakan dan diarahkan ke dalam satu titik tujuan. Penggabungan beberapa medium yang didukung dengan adanya internet, itulah yang memunculkan media online.

Reporter MNC Bapak Asep Saefulloh

Pada tanggal 3 September 2015, reporter MNC Bapak Asep Saefulloh berbagi cerita seputar pengalamannya di media. Menurutnya, bagi para jurnalis tua, perkembangan teknologi konvergensi ini menjadi sebuah tuntutan agar mereka perlu memperlajari untuk mengikuti perkembangan teknologi yang semakin canggih. Berbeda dengan generasi muda yang memang sudah terlahir di era yang maju ini. Ketika konvergensi itu berkembang, teknologi pun berkembang sehingga segala sesuatu hal dapat dilakukan sendiri. Contohnya, jurnalis di era media konvensional saat bertugas biasanya menerjunkan 1 tim yang berjumlah 15 orang (terdiri dari reporter, writer, camera person yang mengambil gambar, tim SNG yang menangani urusan teknis, dan lain-lain). Tapi jurnalis sekarang harus bisa melakukan segalanya sendiri, mulai dari membawa kamera, tablet, audio, memasang tripod, wawancara, melaporkan berita, hingga mengedit video sendiri.

Perkembangan teknologi menyebabkan tantangan semakin besar. Pertama, para jurnalis harus semakin bisa menguasai semua alat, tools, dan software. Kedua, tantangan lainnya adalah feedback dari pembaca atau pemirsa semakin cepat, dalam arti lain pembaca semakin interaktif dalam memberikan komentar/tanggapan terhadap pemberitaan yang dipublikasikan melalui media online dan media sosial. Ini menjadi tantangan bagi media untuk membuat kualitas berita yang lebih bagus. Ketiga, media harus melakukan transformasi ke media digital, karena media konvensional sudah semakin ditinggalkan. Tidak hanya itu, media juga mengandalkan aplikasi di smartphone. Contohnya : Republika dan Tempo memindahkan koran cetak ke internet, tapi fase berikutnya muncullah bentuk mobile. Tapi ada kekurangannya, teks berita akan dipotong menjadi lebih singkat agar mudah dibaca melalui smartphone, sehingga informasi yang disajikan tidak selengkap yang ada di koran.

Pada masa pemerintahan Soeharto, media sangat dikontrol. Menteri Penerangan Harmoko saat itu membuat peraturan yang sangat ketat untuk media sehingga konten media isinya sama. Yang membedakan hanya format dan variasi penulisan berita. Setelah reformasi tahun 1998 bergulir, Gusdur menggantikan jabatan Soeharto sebagai presiden RI membubarkan departemen penerangan, sehingga pers menjadi bebas, kemudian muncul UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ketika pers bebas, apa yang terjadi? Sejak itu, industri media mulai berkembang. Jumlah yang sebelumnya sangat sedikit, kini media cetak dan media elektronik semakin merajalela. Bahkan celakanya, sekarang muncul media-media baru yang menyebabkan oligopoli, yang artinya perusahaan-perusahaan besar dikuasai oleh politisi atau orang yang mempunyai kepentingan politik. Keuntungan sepihak bagi para pemilik media adalah mereka dapat meredam isu negatif tentang dirinya melalui media yang dimilikinya, dan hanya mempublikasi berita-berita positif guna meningkatkan citra tokoh politik tersebut di mata publik. Kepemilikan media menyebabkan industri media menjadi tidak independen.
  • Surya Paloh              : Metro TV, Media Indonesia, Lampung post, metrotvnews.com
  • Aburizal Bakrie         : TV One, Viva News
  • Hary Tanoesoedibjo : RCTI, MNC TV, Global TV


    Tidak hanya media cetak dan elektronik, bahkan media sosial mulai merambah ke kehidupan sosial masyarakat. Pada sekitar tahun 1994, muncul Friendster sebagai awal aplikasi media sosial yang digunakan. Kemudian seiring berjalannya waktu, masyarakat Indonesia saat ini seakan terhipnotis oleh adanya Facebook, Twitter, Path, Instagram, Periscope, dan sebagainya. Penggunaan media sosial kian meningkat di kalangan generasi muda. Media sosial juga mempengaruhi dunia jurnalistik. Untuk memberikan ruang yang lebih luas, beberapa media menerapkan citizen journalism, yaitu kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita. Tipe jurnalisme seperti ini akan menjadi paradigma dan tren baru tentang bagaimana pembaca atau pemirsa membentuk informasi dan berita. Contohnya : Metro TV membuka newsroom melalui Twitter dan Facebook Metro TV agar masyarakat bisa mengomentari dan memberikan masukan berita seperti apa yang ingin diangkat.

    Sebenarnya ketika teknologi berkembang pesat, jurnalisme sangat diuntungkan. Dengan adanya kemajuan teknologi yang menggantikan peran manusia, tenaga kerja yang dipakai semakin sedikit, tapi produk dapat dihasilkan dengan cepat. Selain itu, media menjadi multi-platform sehingga orang bisa menjual e-paper, e-book, e-magazine dan bisa memasang iklan secara online tanpa batas.

    Dengan adanya teknologi konvergensi, media juga semakin spesifik, misalnya terbit majalah khusus teknologi, gaya hidup, otomotif, bisnis, properti, wisata, energi, hukum, dan kesehatan. Pengusaha mencari isu yang paling spesifik agar dapat kontennya lebih terfokus, cara jual menjadi lebih mudah sesuai dengan target sasaran. Contohnya : Tabloid Nova untuk pembaca wanita.

    Kesimpulannya, untuk mengimbangi terjadinya konvergensi media ini, maka para jurnalis harus memiliki akun media sosial atau blog agar bisa mengikuti perkembangan arus informasi yang begitu cepat. Media lama juga harus mulai berinovasi ke dalam bentuk media baru agar tidak hilang dari peredaran. 

    0 comments:

    Post a Comment

     

    Template by Suck My Lolly - Background Image by TotallySevere.com