Saturday, 12 December 2015

Menulis dengan Ketulusan



Pada pertemuan terakhir mata kuliah Kapita Selekta, kami mendapatkan tips-tips cara mempersiapkan penulisan laporan penelitian yang baik oleh Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. DR. Husein Haikal, MA.


Dalam penulisan skripsi, kita tidak boleh menggunakan judul yang terlalu panjang karena akan berakibat kita lupa pada judul sendiri. Jika memang harus panjang, kita bisa menggunakan sub-judul untuk memperjelas judul penelitian kita. Sub-judul seyogianya ditulis dengan format tulisan miring atau italic. Judul harus dibuat semenarik mungkin. Judul yang baik dalah judul yang bisa dikerjakan dan tidak menyinggung orang lain. Selain itu, pada bab pendahuluan kita harus menjabarkan penjelasan kata demi kata untuk memberikan latar belakang dan alas an objektif mengapa Anda memilih topik penelitian itu.

Pada pinsipnya fungsi utama dari sebuah tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting karena dapat melatih kita untuk berpikir kritis. Sebenarnya menulis itu tidaklah sulit. Jadikanlah menulis itu sebagai sebuah kebiasaan. Kita dapat melakukan kegiatan menulis di mana dan kapan saja, serta jadikan menulis menjadi sesuatu yang dibutuhkan, bukan hanya sekedar hobi.

Pada saat-saat tertentu, kita bisa mendatangkan rejeki dari menulis. Jika kita menulis ke Suara Muhammadiyah, maka kita bisa mendapatkan penghasilan. Tapi jika kita menulis di jurnal, maka kita yang harus membayar.

Kesimpulan dari pertemuan pada hari itu adalah kita tidak boleh ragu-ragu menulis! Menulis itu tidak ada batasnya. Untuk menciptakan tulisan yang bagus, kita harus menulis dengan penuh ketulusan dan tantangan. Contohnya adalah novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Sang penulis melihat orang-orang miskin di Tanah Air kemudian menjadikan cerita tersebut sebagai sebuah tulisan yang menginspirasi banyak orang. Karya itu kini sangat terkenal karena ketulusan sang penulis.


Wednesday, 25 November 2015

Communication is about Sense

Pada kelas Kapita Selekta tanggal 19 November 2015, kami berkesempatan mempelajari tentang sikap-sikap dasar yang sangat dibutuhkan dalam melakukan interaksi dengan orang lain. Bersama dua dosen tamu bapak Novrizal atau yang akrab dipanggil Rizal dan rekannya Angga Kusuma dari bagian advertising Media Group (Media Indonesia dan Metro TV), kami berdiskusi tentang 5 basic communication. Kita berkomunikasi dengan banyak orang tentunya dengan menggunakan perasaan. Dengan catatan, rasa itu tidak selalu diartikan sebagai ‘cinta’, tapi rasa tentang bagaimana seseorang menyampaikan pesan sehingga memperoleh feedback yang positif. 

Bapak Novrizal dan rekannya Angga Kusuma 
pada kelas Kapita Selekta Fikom Untar tanggal 19 November 2015

Diambil dari press release Alvin Adam School of Communication, bapak Rizal membagikan ilmu kepada para mahasiswa mengenai 5 hukum komunikasi yang wajib dimiliki oleh setiap manusia agar proses komunikasi berjalan dengan baik dan lancar. Intinya, balik lagi bahwa komunikasi itu harus dirasakan. Communication without sense it’s gonna be different!  

Pada dasarnya, komunikasi adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan maupun respon positif dari orang lain. Akhir dari komunikasi adalah kita berharap mendapatkan umpan balik (feedback) dari si komunikan. Sebisa mungkin setiap orang tentunya mengharapkan feedback yang positif, maka dari itu diperlukan penerapan dari 5 hukum dalam komunikasi berikut ini:


1. Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Pada dasarnya semua orang ingin dihargai dan dihormati, maka dari itu kita harus memberikan penghormatan kepada lawan bicara.


2. Emphaty
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Artinya kita harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dengan begitu kita akan lebih mudah melakukan komunikasi dengan  baik sesuai dengan kondisi psikologis lawan bicara.  Untuk memiliki empati yang tinggi, kita harus menempatkan diri sebagai pendengar yang baik.


3. Audible
Audible artinya makna pesan yang kita sampaikan dapat didengarkan dan dimengerti dengan baik. Pesan harus mudah dipahami sehingga kita harus menggunakan bahasa yang baik dan benar sesuai dengan pemahaman lawan bicara. Intonasi suara dan pelafalan setiap kata dan kalimat harus disebutkan dengan jelas.


4. Clarify
Kejelasan dari pesan yang kita sampaikan tidak menimbulkan multi interpretasi atau tafsiran yang berlainan. Salah satu penyebab munculnya salah paham antara satu orang dengan yang lain adalah informasi yang tidak jelas yang mereka terima. Dan akibatnya jika penafsirannya salah, bisa menimbulkan masalah. Maka dari itu, kita perlu menghindari hal ini agar tercipta komunikasi yang efektif.


5. Humble
Membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati, dalam bahasa pemasarannya “customer first attitude”. Rendah hati dalam komunikasi akan menumbuhkan respect. Artinya, rasa hormat yang kita tunjukkan dengan kerendahan hati akan mengakibatkan lawan bicara kita hormat dan menghargai diri kita.

Tuesday, 10 November 2015

Mengenal Teknik Fotografi

Fotografi itu seperti Tukang Cukur” – Didiet Anindita
Artinya jika kita sudah nyaman dengan hasil karya seorang fotografer, maka kita cenderung ingin menggunakan jasa fotografer itu lagi. Kemana pun fotografer itu pergi, kita tetap akan mencarinya.

Pada kelas Kapita Selekta tanggal 5 November 2015, kami berkesempatan menambah wawasan di bidang fotografi yang juga memliki proses-proses rumit dalam pembuatannya agar suatu pesan dapat tersampaikan melalui sebuah foto. Dosen tamu yang hadir, bapak Didiet Anindita merupakan praktisi yang profesional dalam bidang fotografi. Melalui kelas singkat tidak lebih dari 40 menit, kami dapat mengenal teknik-teknik fotografi serta mengetahui lebih dalam bagaimana proses sebuah foto dibuat yang melibatkan banyak pihak. Kelas disampaikan secara menarik dengan tidak terpaku pada teori, melainkan lebih mengarah kepada contoh langsung.


Dosen tamu Didiet Anindita sedang menjelaskan teknik-teknik fotografi

Berdasarkan pengalaman dari bapak Didiet, pembuatan sebuah foto biasanya membutuhkan waktu 3 minggu. Dan untuk membentuk sebuah konsep menjadi foto itu melibatkan banyak orang, antara lain:
  •         Fotografer
  •         Klien
  •         Pengarah gaya
  •          Make up artis
  •          Wardrobe
  •          Copy writer

Sementara itu secara teknis, fotografi harus memperhatikan komposisi frame agar foto terlihat lebih seimbang sehingga secara keseluruhan foto tampak lebih enak dipandang mata. Untuk menentukan komposisi frame, fotografi menggunakan rumus Rule of Third yang sangat populer bagi para penggemar potret memotret. Rumus ini dapat diterapkan pada frame foto horizontal maupun foto vertikal. Pada Rule of Third, sebuah bidang foto dibagi oleh garis imajiner menjadi tiga bagian sama besar baik secara vertikal dan horizontal sehingga kita mempunyai 9 area yang sama besar.

Rule of Third pada foto horizontal

Rule of Third pada foto vertikal

Selain Rule of Third, istilah yang sering kita dengar dalam dunia fotografi adalah Depth of Field (DOF) atau tingkat ketajaman. Fotografi sangat mementingkan aspek ini karena hasil foto yang tidak tajam (semua blur) akan menurunkan kualitas foto. Maka dari itu, dibutuhkan teknik mengatur tajam-blur dalam memotret, terutama untuk objek foto yang hendak dijadikan sebagai fokus utama haruslah tajam. Teknik ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu cara memainkan kreativitas dalam foto. Fotografer bisa mengatur tingkat ketajaman antara si objek utama dengan background maupun foreground sesuai selera sehingga dapat memproduksi sebuah foto yang indah. DOF berkaitan erat dengan diafragma atau bukaan lensa pada kamera. Semakin diafragma lebar, maka DOF semakin sempit yang artinya area ketajamannya sempit. Dan sebaliknya, jika bukaan lensa sempit, maka area ketajamannya semakin luas. Contohnya: Jika kita mengambil foto di diafragma f/22, foto akan tajam hampir di seluruh gambar. Jika kita mengambil foto di diafragma f/2, foto hanya akan tajam pada titik fokusnya saja, sedangkan background dan foreground akan blur.


Perbedaan hasil foto dengan diafragma lebar dan diafragma sempit

Teknik ketiga yang biasanya digunakan dalam fotografi adalah Zone System, yaitu tingkat gradasi dari terang yang diwakili oleh putih menjadi gelap yang diwakili oleh hitam.

Teknik-teknik seperti itu perlu diterapkan dalam karya fotografi, kecuali foto jurnalistik. Untuk foto jurnalistik, fotografer harus mengambil keputusan sendiri darimana ia akan memotret agar terlihat bagus karena moment-nya sangat cepat sehingga fotografer tidak mempunyai banyak waktu untuk memilih teknik fotografi yang akan digunakan.

Posisi Gambar dan Tulisan
Sebagai orang yang pernah bergabung dengan Femina Group dan menjadi designer untuk cover majalah Femina, bapak Didiet menjelaskan posisi foto dengan tulisan pada cover majalah Femina, dimana letak tulisan selalu menimpa foto si model majalah tersebut. Secara teori, hal itu sebenarnya tidak diperbolehkan karena dianggap merusak foto. Tapi cover majalah merupakan packaging supaya orang tertarik untuk membeli. Maka dari itu, hal yang diutamakan adalah segi artistik yang terdapat pada cover sehingga menimbulkan daya tarik beli pada konsumen. Dalam pembuatan cover majalah juga melibatkan orang yang sangat banyak, seperti tim marketing, tim redaksi, fotografer, designer, pengarah gaya, dan lain-lain.

Contoh cover majalah Femina

Kesimpulannya, fotografi juga merupakan sebuah seni. Memotret suatu objek membutuhkan kreativitas dan teknik-teknik fotografi agar sebuah foto tidak monoton. Objek foto, background, dan foreground yang memenuhi konsep Rule of Third dan Depth of Field akan menghasilkan suatu karya foto yang indah dan luar biasa. Selain itu perlu kita ketahui bahwa dalam pembuatan sebuah foto tidaklah sederhana, tapi membutuhkan proses yang panjang dan melibatkan banyak orang.

Wednesday, 21 October 2015

Perspektif Berita mengenai Korupsi

Jika berbicara tentang pers, maka tidak jauh dari kode etik jurnalistik. Pada tanggal 15 Oktober 2015, kelas Kapita Selekta dihadiri oleh dosen tamu bapak Jimmy Silalahi yang merupakan anggota Dewan Pers RI. Dewan Pers bertugas untuk melakukan pemantauan, pengawasan termasuk diantaranya mengadili seluruh sengketa pers di seluruh Indonesia. Berbeda dengan Komisi Penyiaran Indonesia yang tugasnya hanya untuk mengawasi program hiburan untuk radio dan televisi. Dewan Pers memantau semua media cetak, media online, media elektronik, radio dan televisi setiap harinya di 34 provinsi dan lebih dari 500 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Pada hari itu, beliau memfokuskan pembahasan mengenai perspektif liputan berita tentang korupsi oleh media. Bapak Jimmy akan mengupas lebih dalam mengenai kode etik jurnalistik yang seharusnya diterapkan oleh para jurnalis.


Di beberapa negara, korupsi merupakan kejahatan extraordinary, statusnya adalah penjahat luar biasa itu setara dengan kejahatan human trafficking dan narkoba. Upahnya seharusnya mati, sejumlah negara menerapkan prinsip keadilan dan keadilan untuk extraordinary crime adalah hukuman mati, sayangnya di negara kita tidak seperti itu. Sebagai generasi penerus bangsa, ada baiknya kita dapat berkontribusi dalam menyempurnakan sistem hukum Indonesia.

Pada liputan seorang wartawan, biasanya kita akan berhadapan dengan 4 hal ini:
1.      Dilema kecepatan penyampaian berita vs kedalaman berita
Contoh kasus helikopter jatuh : Reporter TV One dengan bangga mengatakan, “Pemirsa, sebelum kami melanjutkan berikut kami akan menayangkan gambar eksklusif dari helikopter dan penumpang sebelum mereka berangkat. Pada waktu itu TV One menunjukkan gambar yang katanya eksklusif, arti eksklusif berarti satu-satunya, belum ada yang tahu. Dan gambar yang ditampilkan merupakan foto dari salah satu akun media sosial calon penumpang helikopter. Apakah TV One benar menyampaikan gambar eksklusif? Itu pembohongan untuk sesuatu yang naas saja masih tega TV One menyampaikan kebohongan. Yang dilakukan adalah kecepatan untuk menyiarkan berita tapi akhirnya berbohong. Kecepatan berita jangan sampai menghancurkan isi berita.

2.      Kelugasan penulisan vs asas praduga tak bersalah
Indonesia merupakan negara hukum yang menganut asas praduga tak bersalah. Situasi media, kalimat kata-kata harus lugas, namun terkadang menenggelamkan asas praduga tak bersalah. Menghakimi merupakan salah satu kebiasaan media yang buruk.

3.      Ruang privat vs ruang publik
Apapun yang terjadi walaupun koruptor, tetapi rumah tetap ruang privat. Tidak boleh sembarangan diakses karena bisa dikenakan sanksi.

4.      Belum membaca/paham kode etik jurnalistik
Empat poin diatas paling sering dijumpai pada jurnalis saat ini. Analisa persoalan dari sejumlah pemberitaan korupsi adalah:

·           Tidak berimbang
       Tidak akurat, tidak melakukan verifikasi.

·           Opini menghakimi
       Contoh berita :
      Penanganan Dugaan Korupsi APBN Langkat Rp23,7 M Senyap, ‘KPK Harus Periksa Ngogesa Sitepu’
       Cuplik tidak ada potongan, kata Harus dinilai berlebihan. Media seakan-akan mengharuskan KPK untuk memeriksa. Padahal prinsip media hanya boleh memberitakan fakta apa adanya, tidak boleh mendahului.

       “Dugaan Korupsi Rp32,7 M Sudah Dilaporkan ke KPK, ‘Awas, Ngogesa Bisa Bernasib Sama dengan Samsul Arifin”
       Kesalahan angka pada cuplikan berita diatas menunjukan ketidaktelitian dan konyol. Dalam ruang news room itu banyak layer atau tingkatan yang harus dilalui sebelum berita dinaikkan, bagaimana berita tersebut dapat lolos. Ini bukan bahasa media. Ini kasus yang ditangani dewan pers beberapa waktu lalu. Dan pemimpin media yang bersangkutan memutuskan memecat wartawan, redaktur, dan editor yang menangani berita tersebut. Berita itu dapat menaikkan dan menurunkan image dan sangat provokatif. Padahal Ngosesa masih lama diperiksa dan belum ditetapkan sebagai tersangka.

·           Mencampurkan fakta dan opini
Contoh berita : “Diduga Terima Suap Rp. 30 Juta.” ; “Jeruji Besi Menanti Kedatangan Walikota Sibolga Syarfi Hutauruk”, “Copot Kajari dan Kapolres Sibolga”. Kata ‘copot’ media seperti memerintah, sangat tidak satun. Media silahkan untuk kritis tapi tetap dalam koridor kesantunan di dalam mencantumkan kata-kata.

·           Bahasa yang bombastis (kurang memperhatikan dan memperhitungkan dampak pemberitaan)
Contoh berita : “Prett..Kibul Nomor Wahid”; “Kadistamben Kab Oku M Nasir Yazid Diduga Gorok Dana Milyaran Rupiah (www.radarnusantara.com). Kata ‘pret’ dan ‘gorok’ tidak perlu dicantumkan karena sangat tidak berkualitas.


·           Konflik kepentingan. Keterangan sumber berbeda dengan yang dikutip dalam berita. Itu yang terjadi di beberapa media elektronik, diantaranya televisi-televisi yang berafiliasi ke partai politik.

Contoh kasus:

Pemberitaan Kasus Korupsi Gubernur Sumut

Kasus ini menjadi permasalahan setelah media mengangkat foto diatas. Disandingkan foto tersebut, anak-anak dari istri pertama Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho tersebut sampai tidak berani keluar rumah, hantaman psikologisnya sangat kuat. Setiap hari media memberitakan, sangat mempermalukan keluarga istri pertama. Bahkan istri pertamanya terpaksa mengundang media, meminta agar media berhenti memberitakan keluarganya, beliau menyampaikan bahwa yang melakukan korupsi adalah suaminya tetapi bukan dirinya dan anak-anaknya.
Ketidakcerdasan news room sering terlihat dalam kasus seperti ini, mereka tidak memikirkan dampak psikologis keluarga dari oknum yang jahat. Jangan melebih-lebihkan ketika mencantumkan sesuatu kalimat, kata-kata ataupun foto.

Kasus Gubernur Riau dan Potensi Sengketa Pers


Foto diatas merupakan foto korban pencabulan Gubernur Riau, Annas Maamun. Di dalam foto tersebut korban terlihat menangis, karena setiap hari ia dikejar-kejar oleh wartawan. Padahal ia seharusnya dilindungi atau paling tidak diblur. Dia harus terkena dampak psikologis, dia hanya meminta agar tidak dikejar terus- menerus.


Kasus S.B dan Potensi Sengketa Pers

Ribuan pegawai SPBU Pertamina marah dengan munculnya cover pemberitaan Sutan Bhatoegana menggunakan pakaian demikian. Petugas SPBU tidak salah apa-apa, namun harus digambarkan seperti Sutan Bhatoegana.

Kasus lainnya:

Sekitar 1 minggu tingkat hunian di Hotel Aston menurun, karena pemberitaan adanya negosiasi oknum-oknum diantaranya Mandra yang berkumpul untuk berbincang-bincang di Hotel Aston. Metro TV memunculkan Hotel Aston, harusnya manager salah satu hotel di Jakarta, atau disamarkan.


Tidak pernah ada berita yang berani menulis seperti ini, bahkan bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Hanya dilakukan oleh satu media Rakyat Merdeka. Dan kasus ini langsung dilaporkan oleh dari KPK, dan staff Pemerintah. Kalimat yang dipilih sangat kontroversial dengan tujuan mungkin agar oplahnya tinggi, namun hal yang dilakukan salah.

Karena yang korupsi kebanyakan oknum-oknum pejabat, jadi kita memang dihimbau untuk lebih cermat.  Di dalam pasal 17 UU Pers, ada disebutkan peran serta masyarakat, peran serta kita semua untuk mengawal pemberitaan pers. Jadi kita berhak mengawal, mengevaluasi dan melakukan analisa terhadap semua pemberitaan pers.

Tahun 2015, akan dilaksanakan 269 Pilkada serentak di seluruh penjuru tanah air, pers harus hati-hati dan mempersiapkan kualitas pengawasan dan penyampaian beritanya terkait hal tersebut. Oleh karena itu kita harus sangat berhati-hati dalam memilih, agar ke depannya bukan koruptor yang menjadi wakil masyarakat.

Sebagai gambaran, contoh berita yang memiliki nilai edukasi seperti


Menariknya, media menganalisa apa yang di korupsi budaya korupsi dan dikaitkan dengan budaya. Jadi tidak hanya berita korupsi, tetapi analisa apa saja konten, dampak dan lainnya.



Contoh lainnya, judul diatas merupakan contoh berita yang mengandung unsur edukasi kampanye anti korupsi. Jadi publik yang membaca atau melihat berita korupsi diedukasi korupsi itu seperti apa dan dampaknya, jenis-jenisnya, modus-modusnya seperti apa. Akhirnya yang membaca tidak hanya marah terhadap koruptor tetapi juga mendapat nilai yang bisa didapatkan. Seperti yang disampaikan pada awal pertemuan persepsi kita harus sama bahwa korupsi itu menggerus kita semua.
 

Template by Suck My Lolly - Background Image by TotallySevere.com